Anggun Cipta Sasmi

Wednesday, May 28, 2014

Grace & Penghargaan World Music Awards 2014

Datang ke Indonesia untuk siaran live Indonesia’s Got Talents (IGT) akan ditayangkan setiap hari Sabtu di SCTV, Anggun membawa sebuah kejuatan. Bukan album baru, melainkan sebuah proyek line berbentuk produk parfum. Mereknya Grace.

“Aku namakan Grace karena grace itu adalah arti namaku dalam bahasa Inggris”, ujar Anggun menjelaskan. Menurut Anggun, parfum hasil racikannya dengan para ahli parfum di Paris ini mengkombinasikan Barat dan Timur. Memadukan sesuatu yang sensual dan misterius. Karakter yang kuat dengan sentuhan yang lembut. Itu sebabnya Anggun menggambarkan parfum ini sebagai cerita tentang dirinya sebagai perempuan sedunia.

Kira-kira gambaran unik mengenai sosok Anggun ini jugalah yang membuat Anggun meraih penghargaan World’s Best Selling Indonesian Artist, yang mungkin diterjemahkan sebagai Artis Indonesia dengan penjualan  terbaik di seluruh dunia. Anggun memang masih satu-satunya penyanyi Indonesia dengan penjualan album terlaris di luar Indonesia dan Asia. 

Album internasional pertamanya saja Snow On The Sahara yang rilis di lebih dari 33 negara lintas benua (termasuk Amerika, Eropa dan Asia) terjual melebihi angka satu juta keping. Apalagi jika ditambah dengan penjualan album-album selanjutnya yang masih tetap dirilis dan terjual di berbagai negara. Rasanya tidak berlebihan jika World Music Awards mengakui prestasi langka tersebut dengan sebuah trophy. 


Kehadiran Anggun di World Music Awards yang diselenggarakan pada tanggal 27 Mei 2014 di Monte Carlo (Monaco) memang terbilang unik. Datang sebagai penyanyi yang berbasis di Prancis, menyanyikan lagu blasteran bahasa Prancis dan Portugal (berduet dengan Tony Carreira untuk lagu Faço Chover No Deserto) dan meraih World’s Best Selling Indonesian Artist. 

“Identitasku sekarang memang ada dua: Perancis dan Indonesia. Aku lahir di Indonesia, lalu sekarang menetap di Prancis, ini membuat aku memiliki mental Prancis dan karakter Indonesia. Buat aku ini bukan semacam culture shock, tetapi justru sesuatu yang memperkaya hidupku. Dengan mental Eropa, aku lebih gampang menyesuaikan diri disini, dan pada saat yang sama aku juga menjadi dianggap unik dengan karakter Indonesiaku.”