Melihat
kesuksesan Anggun sekarang sebagai penyanyi Indonesia bertaraf internasional,
mungkin tidak banyak yang tau bagaimana perjuangan Anggun selama mendekam di
Eropa demi merintis karir internasional.
Saat lagu Yang
Hilang yang baru diluncurkannya masih merajai tangga lagu-lagu terlaris dan
terpopuler ditanah air, Anggun nekad menjual perusahaan rekamannya Bali Cipta
Record yang hasil penjualannya dijadikan modal untuk biaya hidup selama di
London. Ya, Anggun memutuskan untuk meninggalkan Indonesia menuju Eropa disaat
karir musik Anggun masih sedang berjaya.
“Saat itu usiaku udah
mau 20 tahun. Aku pikir kalau aku nggak berangkat sekarang, mau kapan lagi?
Mumpung masih muda dan masih ambisius”, kata Anggun.
Sampai di
Prancis, segala sesuatu tidak semulus rencana semula. Dalam bayangan Anggun
sebelumnya, begitu tiba di London Anggun akan segera bertemu produser dan label
rekaman lalu kemudian menaklukkan dunia.
“Uang hasil
penjualan perusahaan rekamanku yang di Indonesia jumlahnya sudah dianggap besar
ternyata tidak seberapa kalau dibawa ke London karena biaya hidup disana mahal”, kenang Anggun.
Tidak punya
kenalan atau relasi di London membuat Anggun terpaksa tinggal di hotel. Setelah
sekian lama, produser dan kontrak rekaman tak juga berhasil ditemukan sementara
keuangan sudah semakin menipis, Anggun mulai hitung-hitungan soal duit. Uang
untuk biaya makan dan bayar kamar hotel benar-benar diperhitungkan Anggun, sesuatu
yang tadinya sama sekali bukan masalah buat Anggun ketika masih di Indonesia.
Anggun menolak untuk menyerah (dan kembali ke Indonesia), tetapi justru mengubah
rencana yaitu pindah ke Belanda. Tetapi sebelum ke
Belanda, Anggun ingin menghabiskan weekend dulu di Paris (Prancis). Rencana dua
hari liburan di Paris diperpanjang menjadi seminggu, lalu sebulan sampai
setahun karena Anggun terlanjur jatuh cinta dengan suasana kota Paris.
Kembali terjadi
perubahan rencana, Anggun memutuskan untuk mencoba karir musiknya di Prancis.
Masalah yang sama kembali terjadi, demo Anggun ditolak karena menggunakan
bahasa Inggris. Mau tidak mau Anggun harus belajar bahasa Prancis. Kemampuan
bahasa Prancis inilah yang kemudian mempertemukan Anggun dengan Erick Benzi,
lalu membuat demo rekaman berbahasa Prancis untuk ditawarkan ke label rekaman.
Anggun tidak langsung mendapat respon, tetapi harus menunggu cukup lama.
“Di Eropa itu
banyak penyanyi bagus. Penyanyi cafe saja suaranya bagus sekali dan mereka juga
ingin jadi penyanyi profesional dan bikin demo. Jadi aku harus menunggu lama
karena label rekaman kan setiap hari menerima ratusan atau mungkin ribuan demo
untuk didengarkan dan diseleksi”.
Dan proses
penantian yang lama itu semakin diperparah dengan keuangan Anggun yang juga
semakin menipis. Penghematan-pun semakin diterapkan. Anggun yang dulunya
kemana-mana naik taksi mulai membiasakan diri naik metro yang ongkosnya lebih
murah. Apalagi Anggun juga harus tetap membuat beberapa demo dimana biaya untuk
membuat demo bukan termasuk murah. Tidak terbayangkan
bagaimana bahagia dan bersyukurnya Anggun saat dirundung kesulitan seperti itu, tiba-tiba dia mendapat
kabar bahwa demo-nya lolos seleksi dan mendapat tawaran kontrak rekaman dari
Sony Music Prancis.
No comments:
Post a Comment