Anggun Cipta Sasmi

Wednesday, July 31, 2013

Kritikan Ginola Untuk Sepakbola Indonesia

Menjelang perhelatan akbar Piala Dunia 1998, Anggun diundang pada sebuah acara TV TalkShow bersama pemain bola asal Prancis yang bermain di Liga Inggris : David Ginola.

Kebetulan Anggun duduk berdampingan dengan David Ginola, lalu terciptalah sebuah obrolan diantara keduanya.

"Saya sebenarnya tidak terlalu mengikuti perkembangan sepakbola, tetapi saya kenal siapa anda", ujar Anggun membuka obrolan dengan ramah.

Lalu David Ginola menjawab,"Saya juga tau siapa anda. Dan mengenai sepakbola, saya belum pernah mendengar prestasi sepakbola dari negara anda".

Ouchhhhh....

Tak Cukup Hanya Dengan Keyakinan 100%



Saat menggarap album, Anggun bukan type artis yang mau diburu-buru agar segera merampungkan proyek albumnya. Anggun mengatakan bahwa butuh lebih banyak waktu agar kita bisa menghasilkan sesuatu yang lebih bagus.

“Aku suka proses pengerjaan album. Saat aku masuk ke studio, masih blank. Pas keluar dari studio, tau-tau udah tercipta sejumlah lagu yang nggak tau datang dari mana”

Bagaimana Anggun mendapat inspirasi dalam menulis lagu?

“Banyak orang yang bilang inspirasi itu harus ditunggu karena akan datang sendiri. Buat aku pribadi inspirasi itu harus dicari dan diciptakan sendiri, bisa lewat membaca buku, menonton film, menikmai lukisan, dengarin curhat teman...”

Termasuk mendengarkan musik?

“Tidak. Saat proses menulis lagu untuk album baru, aku biasanya puasa mendengarkan lagu artis lain supaya tidak terpengaruh mengikuti dan meniru lagu/musik dari artis tersebut”.

Anggun juga termasuk yang hati-hati dalam menulis lirik lagu karena Anggun tidak mau lagunya jadi dengan lirik yang pasaran.

“Mungkin lirik yang aku tulis tidak seberat lirik lagu-lagu Sting, tetapi juga tidak sesederhana lirik lagu-lagu Spice Girls”.

Pokoknya sebelum memutuskan untuk merilis album baru, Anggun butuh keyakinan lebih dari 100 % atau bahkan 1000% bahwa album ini akan menjadi sesuatu yang bisa dia banggakan.

“Namanya juga album personal. Aku yang nulis lagunya, fotoku yang ada dicover-nya, namaku yang tertera disampulnya. Ibaratnya albumku adalah potret diriku sendiri pada saat itu, jadi benar-benar nggak mau asal jadi”, ujar Anggun mencoba menggunakan analogi sederhana.

Tentang Pria & Kencan



Waktu masih remaja, pria idaman Anggun adalah pria yang bertubuh tinggi besar, gondrong dan naik motor gede. Tetapi seiring waktu, ternyata selera Anggun berubah.

“Kalau di ingat-ingat aku suka serem sendiri. Masa iya aku pernah ngebet pengen pacaran sama preman?”, kenang Anggun sambil tergelak.

Bagaimana cara Anggun menarik perhatian pria yang disukainya?

“Dulu sih waktu masih sekolah, tiap mau ketemu sama cowok gebetan pasti benahin rambut dulu, padahal dia cuek saja. Hahaha...”

Kalau sekarang?

“Untuk urusan yang satu ini aku memang konvensional. Paling aku kasih sinyal sedikit kalau aku suka sama dia, selanjutnya aku menunggu. Terserah dia apakah mau melakukan 'first move' kalau memang dia juga suka sama aku”.

Tidak ingin berinisyatif untuk mendekati lebih dulu?

“Oh tidak. Kalau dia juga suka sama saya, dia yang harus mendekati aku. Kalau ternyata dia tidak suka sama aku, maka aku juga akan 'move on' karena aku pikir buat apa ngotot memperjuangkan sesuatu yang jelas-jelas nggak akan jadi milik kita”.

Buat Anggun kencan yang romantis itu tidak selalu tergantung tempat dan suasana, yang penting adalah apakah pasangan kita adalah orang yang tepat dan nyambung diajak ngobrol.

“Mau kencan di cafe, ditepi pantai dengan candle light dinner atau di Brebes juga bisa romantis. Yang penting kita bersama pasangan yang tepat”, jawab Anggun mantap.

Tuesday, July 30, 2013

Perempuan Asia Di Lingkungan Eropa



“Tidak ada buku manual yang menjelaskan bagaimana seharusnya perempuan Asia tinggal di Eropa”, ujar Anggun ketika ditanya bagaimana caranya menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di Eropa. Anggun mengaku hanya menjalankan kehidupan normalnya seperti biasa, paling hanya adaptasi soal bahasa dan kultur yang berbeda.

“Apalagi Prancis itu kan kayak melting pot, semua suku bangsa ada disini mulai dari Afrika, Asia, Timur Tengah, Amerika dll”.

Dengan lingkungan yang seperti itu dimana Anggun adalah seorang pendatang, apakah Anggun pernah mengalami rasisme?

“Sama sekali nggak. Meski disana segala macam suku bangsa ada tetapi mereka manganggap orang-orang dari Asia itu kalem-kalem dan bukan type orang yang suka cari masalah”. 

Anggun juga menekankan begitu pentingnya datang ke sebuah negara sebagai tamu resmi dalam arti lengkap dengan segala dokumen seperti pasport, visa dan lain-lain agar tidak menjadi imigran gelap yang susah dilindungi oleh pemerintah negara setempat dan negara asal ketika mendapat masalah.

Bagaimana awalnya Anggun bisa berbaur dengan orang-orang dari segala macam ras dan suku bangsa?

“Pertama harus menguasai bahasanya dulu biar bisa berkomunikasi. Sebenarnya aku nggak terlalu fighting untuk bisa berbaur. Menurut mereka, caraku berbicara dan memperlakukan mereka sangat unik dan berbeda karena aku orang Indonesia. Itu salah satu yang membuat mereka tertarik karena menganggap aku punya identitas yang unik dan jujur”.

Jadi benar seperti penggalan lirik lagu Anggun : blood can not be replaced by water. Lingkungan dan warna paspor memang tidak akan pernah bisa mengubah ke-Indonesiaannya.

Belajar Bahasa Prancis Lewat Lagu, Buku & Film



Memutuskan untuk stay dan menjajal karir di Prancis tetapi tidak bisa berbahasa Prancis tentu tidak realistis namanya. Itu sebabnya Anggun menempuh segala cara agar bisa segera menguasai bahasa Prancis dengan cepat.

“Awalnya aku ikut kursus, gabung dikelas dasar. Tetapi sampai sebulan aku nggak merasa ada perkembangan berarti karena setiap hari hanya belajar mengucapkan ‘Ini Pierre. Pierre adalah temannya Fiola’.

Akhirnya Anggun memutuskan untuk belajar sendiri, apalagi Anggun beruntung tinggal di negara pengguna asli bahasa tersebut dimana dia setiap saat mendengar orang berbicara dalam bahasa Prancis sehingga dia bisa langsung praktek. Anggun belajar dengan cara banyak menonton film, mendengarkan musik dan membaca buku yang semuanya dalam bahasa Prancis. Lalu rajin buka kamus dan bertanya kepada suami jika menemukan kosa kata baru yang belum terdaftar di kamus. Anggun juga rajin menyapa dan mengajak ngobrol orang-orang dijalan raya dan tetangganya yang kebetulan bertemu di lift dengan bahasa Prancis untuk mengasah kemampuan bahasa Prancisnya.

“Awalnya mereka kaget, tetapi setelah aku jelasin kalau aku sedang belajar, mereka tersenyum dan maklum. Mereka sangat senang dan bangga melihat orang asing yang belajar bahasa mereka”.

Menurut Anggun, Bahasa Perancis punya persamaan dengan Bahasa Indonesia karena sama-sama menggunakan banyak rangkaian kata-kata untuk menyebut atau menjelaskan sesuatu. Misalnya kalau bahasa Inggris menyebut ‘sun’, maka bahasa Prancis dan bahasa Indonesia akan menyebutnya dengan ‘the eye of the day ‘.

"Bahasa Prancis itu indah dan puitis, tetapi memang lumayan kompleks seperti pengucapan dan penggunaan imbuhan untuk menunjukkan gender”, jelas Anggun. Itu sebabnya dulu sebelum benar-benar menguasai bahasa Prancis Anggun sempat kelabakan karena terpaksa harus membeli dua roti atau dua Cocacola, padahal sebenarnya hanya butuh satu. Karena untuk membeli satu Anggun belum tau harus pakai imbuhan apa.

Sekarang buat Anggun, bahasa Prancis sudah seperti bahasa kedua Anggun seperti bahasa Inggris. Bahasa pertama Anggun? Tentu saja Bahasa Indonesia.

“Aku kan dari lahir sampai remaja tinggal di Indonesia, jadi berbicara pakai Bahasa Indonesia istilahnya sudah tidak pakai mikir lagi. Kalau Bahasa Inggris dan Prancis kadang aku masih suka mikir untuk memilih kata-kata yang lebih tepat. Kita orang Asia kan punya karakter serba sungkan. Untuk mengatakan ‘tidak’ saja kita akan memlilih kata-kata yang lebih halus karena khawatir akan menyakiti perasaan”.

Begitulah Anggun. Walau menggunakan bahasa Prancis atau Inggris, dia tetap tidak melepas kultur  perempuan Asia-nya yang halus dan santun.

Awal Karir Di Eropa Yang Tak Semulus Paha Cherrybelle



Melihat kesuksesan Anggun sekarang sebagai penyanyi Indonesia bertaraf internasional, mungkin tidak banyak yang tau bagaimana perjuangan Anggun selama mendekam di Eropa demi merintis karir internasional.

Saat lagu Yang Hilang yang baru diluncurkannya masih merajai tangga lagu-lagu terlaris dan terpopuler ditanah air, Anggun nekad menjual perusahaan rekamannya Bali Cipta Record yang hasil penjualannya dijadikan modal untuk biaya hidup selama di London. Ya, Anggun memutuskan untuk meninggalkan Indonesia menuju Eropa disaat karir musik Anggun masih sedang berjaya.

“Saat itu usiaku udah mau 20 tahun. Aku pikir kalau aku nggak berangkat sekarang, mau kapan lagi? Mumpung masih muda dan masih ambisius”, kata Anggun.

Sampai di Prancis, segala sesuatu tidak semulus rencana semula. Dalam bayangan Anggun sebelumnya, begitu tiba di London Anggun akan segera bertemu produser dan label rekaman lalu kemudian menaklukkan dunia.

“Uang hasil penjualan perusahaan rekamanku yang di Indonesia jumlahnya sudah dianggap besar ternyata tidak seberapa kalau dibawa ke London karena biaya hidup disana mahal”, kenang Anggun.

Tidak punya kenalan atau relasi di London membuat Anggun terpaksa tinggal di hotel. Setelah sekian lama, produser dan kontrak rekaman tak juga berhasil ditemukan sementara keuangan sudah semakin menipis, Anggun mulai hitung-hitungan soal duit. Uang untuk biaya makan dan bayar kamar hotel benar-benar diperhitungkan Anggun, sesuatu yang tadinya sama sekali bukan masalah buat Anggun ketika masih di Indonesia. Anggun menolak untuk menyerah (dan kembali ke Indonesia), tetapi justru mengubah rencana yaitu pindah ke Belanda. Tetapi sebelum ke Belanda, Anggun ingin menghabiskan weekend dulu di Paris (Prancis). Rencana dua hari liburan di Paris diperpanjang menjadi seminggu, lalu sebulan sampai setahun karena Anggun terlanjur jatuh cinta dengan suasana kota Paris.

 
Kembali terjadi perubahan rencana, Anggun memutuskan untuk mencoba karir musiknya di Prancis. Masalah yang sama kembali terjadi, demo Anggun ditolak karena menggunakan bahasa Inggris. Mau tidak mau Anggun harus belajar bahasa Prancis. Kemampuan bahasa Prancis inilah yang kemudian mempertemukan Anggun dengan Erick Benzi, lalu membuat demo rekaman berbahasa Prancis untuk ditawarkan ke label rekaman. Anggun tidak langsung mendapat respon, tetapi harus menunggu cukup lama.

“Di Eropa itu banyak penyanyi bagus. Penyanyi cafe saja suaranya bagus sekali dan mereka juga ingin jadi penyanyi profesional dan bikin demo. Jadi aku harus menunggu lama karena label rekaman kan setiap hari menerima ratusan atau mungkin ribuan demo untuk didengarkan dan diseleksi”.

Dan proses penantian yang lama itu semakin diperparah dengan keuangan Anggun yang juga semakin menipis. Penghematan-pun semakin diterapkan. Anggun yang dulunya kemana-mana naik taksi mulai membiasakan diri naik metro yang ongkosnya lebih murah. Apalagi Anggun juga harus tetap membuat beberapa demo dimana biaya untuk membuat demo bukan termasuk murah. Tidak terbayangkan bagaimana bahagia dan bersyukurnya Anggun saat dirundung kesulitan seperti itu, tiba-tiba dia mendapat kabar bahwa demo-nya lolos seleksi dan mendapat tawaran kontrak rekaman dari Sony Music Prancis.